Rabu, 07 Desember 2011

KEADAAN KOPERASI INDONESIA

     KEADAAN KOPERASI INDONESIA

I. Potret Koperasi Indonesia
     Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggota ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil.
     Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD.
      Jika melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi dan dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar Perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
      Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 -2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan Aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal.
      Struktur Organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan Orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi.


II. Keadaan Usaha Koperasi
    Kebijaksanaan pembinaan usaha koperasi dalam Repelita IV diarahkan pada.
Peningkatan kemampuan dan peranan setiap koperasi untuk berusaha di sektor pembangunan yang sesuai dengan kepentingan dan kegiatan ekonomi para anggo¬-tanya tanpa memberikan kedudukan monopoli kepada koperasi;
Pengembangan kemampuan koperasi dalam pemupukan modal sendiri dan dalam usaha memperoleh kredit dengan syarat-syarat yang memadai, baik untuk peng¬adaan sarana produksi maupun untuk kegiatan pemasaran yang diselenggarakan oleh koperasi.
337
Dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan tersebut diatas, upaya yang dilakukan dalam pengembangan usaha koperasi adalah sebagai berikut.
(1) Meningkatkan kemampuan koperasi, khususnya KUD,dalam usaha di bidang-bidang pertanian pangan, perkebunan rakyat, peternakan, perikanan, agro industri, industri kecil dan kerajinan rakyat, pertambangan rakyat, kelistrikan desa, perkreditan, terutama KCK, asuransi, perdagangan, pembangunan perumahan, angkutan, pengadaan dan penyaluran alat-alat produksi, serta pengadaan dan penyaluran bahan-bahan kebutuhan pokok dan konsumsi

(2) Mendorong pembentukan, penumbuhan dan pengembangan unit-unit usaha baru oleh koperasi-koperasi yang telah tampak mampu, sesuai dengan kepentingan dan kegiatan ekonomi para anggotanya

(3) Mendorong pembentukan dan pengembangan koperasi di daerah terpencil dan daerah transmigrasi, perkam-pungan nelayan dan sebagainya

(4) Melaksanakan pembinaan yang lebih intensif dalam pemupukan modal melalui simpanan wajib dan mening¬katkan kesadaran menabung pada para anggota koperasi

(5) Membantu koperasi dalam usahanya untuk mendapatkan kredit dengan syarat-syarat yang memadai, baik untuk keperluan investasi maupun untuk modal kerja dan

(6) Meningkatkan kegiatan simpan pinjam di kalangan koperasi dan unit simpan pinjam pada KUD-KUD.

     Hasil pembinaan dan pengembangan usaha koperasi, sampai dengan tahun keempat Repelita IV, tercermin dalam angka-angka peningkatan simpanan anggota, modal usaha dan peningkatan nilai usahanya sebagaimana diuraikan di bawah ini.
Jumlah simpanan anggota koperasi pada tahun 1987 mencapai Rp 435,7 milyar. Dibandingkan dengan jumlah simpanan anggota pada akhir Repelita III telah terjadi kenaikan sebesar 248,6%. Jumlah simpanan anggota pada tahun 1983 baru mencapai Rp 125,0 milyar. Dengan demikian kenaikan rata-rata per tahun selama Repelita IV mencapai 62,1%.
     Kenaikan simpanan anggota yang sangat besar itu disebabkan oleh diperhitungkannya pendapatan yang diperoleh KUD dari kegiatan pengadaan pangan, pemasaran palawija, pemasaran cengkeh dan lain-lain yang dijadikan simpanan anggota dengan maksud untuk mendorong peningkatan kemandirian koperasi.
Jumlah modal usaha koperasi pada tahun 1987 mencapai Rp 1.183,8 milyar. Dibandingkan dengan jumlah modal usaha yang dikelola koperasi pada akhir Repelita III telah terjadi kenaikan sebesar 120,2%. Pada tahun 1983 jumlah modal usaha koperasi baru mencapai Rp 537,6 milyar. Ini berarti bahwa kenaikan modal usaha rata-rata per tahun selama Repelita IV mencapai 30,1%.
Modal usaha koperasi, selain bersumber dari simpanan anggota, juga diperoleh dari pinjaman Bank Pemerintah. Modal usaha koperasi yang bersumber dari pinjaman Bank Pemerintah diperoleh koperasi dengan persyaratan yang cukup ringan dan dengan jaminan yang diberikan oleh Perusahaan Umum Pengembangan Keuangan Koperasi (PERUM PKK). Besarnya nilai kredit yang diperoleh koperasi setiap tahun rata-rata mencapai Rp 139,2 milyar ,dengan jaminan yang diberikan setiap tahun rata-rata sebesar Rp 122,6 milyar. Di samping itu, dalam rangka membantu dalam pengadaan beras untuk sarana penyangga Pemerintah, bagi KUD disediakan pagu kredit dengan nilai yang berkisar antara Rp 47,0 milyar dan Rp 75,7 milyar untuk setiap tahun.
     Dengan modal seperti tersebut di atas, jumlah nilai usaha koperasi pada tahun 1987 mencapai Rp 2.218,0 milyar. Dibandingkan dengan nilai usaha pada tahun 1983 yang telah mencapai Rp 2.114,4 milyar, nilai usaha tersebut meningkat 4,9% atau rata-rata 1,2% per tahun. Peningkatan yang kecil itu antara lain disebabkan oleh pengaruh kebijaksanaan moneter dan perbankan tahun 1983 serta menurunnya nilai usaha koperasi pada tahun 1986 sehubungan dengan menurunnya berbagai kegiatan koperasi dalam pengadaan beras, pemasaran kopra dan pemasaran cengkeh.

DAFTAR PUSTAKA
1. http://indonesiaindonesia.com/f/8619-koperasi-indonesia-potret-tantangan/
2. http://irwandydasilva.blogspot.com/2009/11/keadaan-koperasi-dewasa-ini.html