JAWA TENGAH
I. TENTANG SEJARAH PEREKONOMIAN
Provinsi Jawa Tengah sebagai tempat yang strategis dapat dijangkau dari arah manapun. Banyak pintu masuk yang dapat dilalui untuk memasuki wilayah Jawa Tengah, yaitu melalui jalan darat, udara maupun laut. Hal ini merupakan faktor keputusan penting bagi perusahaan atau institusi dalam rencana pemasaran baik pasar regional, nasional maupun international. Peninggalan prasejarah yang terkenal didunia adalah ditemukannya fosil “Phithecantropus Erectus Javanicus”. Manusia purba yang hidup 750.000 tahun sebelum Masehi ditemukan di “Dome Sangiran”. Candi Borobudur merupakan bangunan peninggalan sejarah masa kejayaan agama Budha yang termashur didunia.
Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Gedong Songo adalah bukti peninggalan sejarah sekaligus bukti kejayaan budaya di Jawa Tengah. Segudang kesenian juga menjadi ciri khas Jawa Tengah, yaitu wayang kulit, wayang orang, dan kethoprak. Kesenian tersebut diiringi dengan orkestra gamelan dengan Waranggono atau sinden sebagai penyanyinya. Selain keramahan dan kebersamaan penduduk yang menjadi ciri utama penduduk Jawa Tengah, ciri lain dalam kemasyarakatan yang masih kental di Jawa Tengah adalah gotong royong. Menolong sesama adalah kewajiban orang hidup, semangat inilah yang mendasari kerukunan dan kebersamaan masyarakat.
Sebagai bagian dari Pulau Jawa, Jawa Tengah memiliki sumber daya pertanian yang berlimpah dan berkualitas. Tanaman pangan yang memiliki produktivitas terbesar di Jawa Tengah adalah padi. Selain padi tanaman pangan yang mampu tumbuh subur di Jawa Tengah adalah jagung. Jawa Tengah sangat beruntung, karena posisinya yang strategis. Selain berbatasan dengan Provinsi lain, juga diapit oleh Laut Jawa di sebelah Utara dan Samudera Indonesia di sebelah Selatan. Hal ini memperlihatkan Jawa Tengah memiliki potensi di sektor pertanian yang besar.
Selain pertanian, Jawa Tengah juga memiliki potensi ekonomi yang besar di bidang industri dan perdagangan, terlihat dari banyak perusahaan yang bergerak di kedua bidang itu. Di samping itu, dengan banyaknya situs-situs purbakala dan kondisi alam yang menarik, sektor pariwisata juga menjadi salah satu fokus pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan ekonomi Jawa Tengah difokuskan pada keempat sektor tersebut, yang terkenal dengan INTANPARI (Industri dan Perdagangan, Pertanian, dan Pariwisata).
Kebijakan pembangunan industri dan perdagangan terutama diarahkan pada peningkatan kandungan bahan-bahan lokal dan penggunaan produksi dalam negeri dalam rangka penghematan devisa dan mendorong kemandirian. Di bidang pertanian, kebijakan pembangunan ditekankan terutama pada pengembangan sumberdaya pertanian yang meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam, iptek, dana, informasi, dan kelembagaan melalui diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi, dan rehabilitasi. Sementara itu, kebijakan pembangunan di bidang pariwisata diarahkan pada pendekatan kawasan melalui keterpaduan antar wilayah dan sektor yang berdaya saing untuk meningkatkan kontribusi sektor pariwisata dalam struktur ekonomi regional dengan titik berat pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Berikut ini beberapa kebijakan sektoral di bidang ekonomi.
a. Pertanian dan Kehutanan
Peranan sektor pertanian yang meliputi pertanian pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan, dalam perekonomian Jawa Tengah selama ini masih dominan. Namun, produktivitas sektor pertanian tercatat paling rendah dibandingkan sektor lainnya. Kondisi ini disebabkan faktor-faktor antara lain penguasaan lahan pertanian yang terlalu sempit, kurangnya penguasaan informasi pasar dan iptek pertanian, rendahnya nilai tambah produk pertanian dan adanya periode menunggu hasil usaha pertanian. Disamping itu produksi pertanian belum mampu menjamin kelangsungan dan kualitas yang baik, serta adanya kebijakan impor komoditas tertentu seperti beras, gula dan kedelai.
Kebijakan pembangunan sektor pertanian diujukan untuk: (a) Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dalam arti luas yang meliputi pekebun, peternak dan nelayan melalui pengembangan usaha pertanian berwawasan agribisnis; (b) meningkatkan produksi pertanian untuk mencapai ketahanan pangan keluarga dan daerah, serta memenuhi bahan baku industri pengolahan untuk mengisi pasar domestik dan ekspor; (c) meningkatkan lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarkat; (d) meningkatkan kemandirian petani, peternak, pekebun dan nelayan melalui pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan pertanian.
b. Perindustrian dan Perdagangan
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengambil kebijakan di bidang industri dan perdagangan adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan kandungan lokal dan penggunaan produksi dalam negeri, dalam rangka penghematan devisa dan mendorong kemandirian.\
2. Peningkatan keterpaduan antar lembaga pembina, dunia usaha dan masyarakat, sehingga terwujud kekuatan bersama yang saling mendukung.
3. Pemanfaatan keunggulan komparatif dan penciptaan keuanggulan kompetitif dalam menghadapi persaingan global.
4. Pengembangan SDM sektor perindustrian dan perdagangan secara intensif melalui transformasi ketrampilan dan teknologi.
5. Peningkatan promosi dagang keluar negeri, termasuk pemulihan citra masyarakat internasional terhadap Indonesia.
6. Penataan kelembagaan dalam rangka pengamanan proses industrialisasi dalam perdagangan bebas.
c. Koperasi, UKM dan Penanaman Modal
Menyadari akan penting dan strategisnya peranan UKM dalam perekonomian, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengambil kebijakan di sub sektor Koperasi dan UKM meliputi pengembangan diversifikasi usaha dan sistem distribusi, pengembangan kelembagaan, penguatan struktur permodalan, pengembangan kualitas SDM dan pengembangan pola kemitraan usaha. Sementara itu, kebijakan sub sektor Penanaman Modal meliputi program pengkajian dan pengembangan investasi, promosi investasi, pelayanan perijinan investasi, serta pengendalian dan pengawasan investasi.
d. Pertambangan dan Energi
Strategi pembangunan pertambangan yang diterapkan antara lain dengan mendorong dan menggerakan partisipasi dunia usaha agar memanfaatkan potensi tambang secara optimal, memberikan perluasan kesempatan kerja di bidang pertambangan dan meningkatkan bahan tambang menjadi bahan yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi. Kebijakan yang dilaksanakan antara lain: pengelolaan potensi dan penataan wilayah pertambangan sebagai dukungan minat investasi dan pengelolaan yang optimal serta upaya mencipatakan kondisi wilayah yang kompetitif; pengawasan dan pengendalian untuk mencapai efisiensi dan produktifitas usaha pertambangan dan pengambilan air bawah tanah dalam rangka kesinambungan fungsi lingkungan, peningkatan mekanisme pelayanan yang kondusif melalui pembinaan sistem usaha pertambangan dan mendorong keterlibatan peran serta masyarakat.
Sementara itu, kebijakan di sub sektor energi antara lain:
1. melalui penyediaan, pemanfaatan, pemasaran dan penjualan energi,
2. peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan
3. peningkatan penyediaan energi dari berbagai sumber.
e. Pariwisata dan Telekomunikasi Daerah
Pembangunan pariwisata memiliki tujuan untuk membangun citra suatu wilayah, yang diharapkan akan terbentuk kegiatan-kegiatan pendorong tumbuhnya sektor-sektor lainnya, seperti transportasi, telekomunikasi, industri, perdagangan dan investasi. Tujuan lainnya dari pembangunan sektor pariwisata adalah memperbesar manfaat sektor ini terhadap pembangunan daerah secara lebih luas, mencakup sampai dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan pelestarian alam. Ini semua dikemas dalam tujuan utama pembangunan pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism development).
f. Sektor Perhubungan dan Pekerjaan Umum
Kebijakan di sektor ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mempertahankan pelayanan jasa di sektor perhubungan yang mampu memenuhi kebutuhan minimum dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian.
2. Melancarkan perhubungan darat dalam rangka pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, membuka daerah-daerah terisolir dan mengembangkan sistem transportasi terpadu.
3. Meningkatkan jangkauan jaringan pelayanan perhubungan sampai daerah terpencil.
4. Pengendalian kerusakan lingkungan dan perbaikan didaerah tangkapan dan resapan air hujan (hulu).
5. Perbaikan, pemeliharan dan pengembangan serta pengelolaan sarana dan prasarana sumberdaya air dan irigasi.
6. Pemantapan kelembagaan pengairan di pedesaan dan pengerukan muara-muara sungai yang dangkal, terutama yang digunakan para nelayan.
g. Ketenagakerjaan
Kebijakan ketenagakerjaan ditujukan untuk mengurangi jumlah pengangguran dan setengah pengangguran melalui perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Hal ini disertai pula dengan meningkatkan kualitas dan produktivitas serta kesejahteraan tenaga kerja; menciptakan iklim hubungan industrial yang harmonis, produktif dan berkeadilan; dan meningkatkan kesejahteraan penduduk peserta program transmigrasi khususnya dan masyarakat pada umumnya.
II. TENTANG PAD
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa perkembangan Kabupaten dan kota memiliki sedikit dukungan dari pendapatan regional (PAD) dalam pelaksanaan otonomi. Ini telah ditunjukkan oleh temuan penelitian yang Desentralisasi Fiskal Gelar untuk semua kabupaten dan kota di Jawa Tengah relatif di bawah 20%. Di sisi lain, upaya pemerintah daerah dalam menghasilkan pendapatan dari pajak dan retribusi masih jauh dari kapasitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan kabupaten dan kota ke pemerintah pusat masih tinggi. Oleh karena itu, pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan dan mengeksplorasi sumber-sumber pendapatan sendiri untuk mengurangi itu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis variabel yang mempengaruhi pendapatan kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Tengah. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengembangan dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Penelitian ini menggunakan data tahun 2001 dan memanfaatkan cross sectional Kuadrat Terkecil Biasa Analisis Regresi Berganda. Kemudian, dilakukan analisis yang meliputi uji asumsi klasik, analisis ekonomi dan uji statistik. Temuan penelitian menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pembangunan dan PDRB per kapita memberikan dampak positif pada peningkatan pendapatan daerah kabupaten dan kota di Jawa Tengah. PENELITIAN Suami dimotivasi dan kenyataan bahwa KESAWAN Rangka pelaksanaan otonomi, sejauh Suami kabupaten / kota di Propinsi DKI Kurang didukung Tengah Dibuat bersih yang digunakan Yang bersumber Dari abu pendapatan Daerah (PAD). Suami hal ditunjukkan Dari kemangi PENELITIAN bahwa Derajat desentralisasi fiskal (DDF) seluruh kabupaten / kota di Propinsi DKI Tengah berada di Bawah 20% mobilitas meskipun KESAWAN penarikan Pajak dan retribusi dan kapasitasnya JAUH Masih. Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat ketergantungannya terhadap Pusat Masih Tinggi pemerintah. Oleh sebab ITU pemerintah kabupaten / kota dituntut agar-agar dapat menggali sumber-sumber pendapatannya untuk mengurangi ketergantungannya. Composition Komposisi PENELITIAN Suami adalah untuk menganalisa variabel-variabel Yang mempengaruhi PAD kabupaten / kota di Propinsi DKI Tengah. Variabel-variabel Yang perlengkapan meliputi: Pengeluaran Pembangunan (PP) dan PDRB perkapita (PKT). Data Data Yang perlengkapan adalah kerat lintang years 2001 dan diuji Artikel Baru alat analisis regresi berganda. Selanjutnya dilakukan analisis Yang meliputi uji asumsi klasik, Ekonomi dan statistik. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel Pengeluaran Pembangunan dan PDRB perkapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap PAD kabupaten / kota di Propinsi DKI Tengah.
III. HAMBATAN PEMBANGUNAN
Hambatan pembangunan daerah propinsi Jawa tengah itu pada saat ini sangatlah banyak. Salah satunya adalah jalan.
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
Jalan khusus adalah jalan yang di bangun oleh instasi, badan usaha. Perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.
Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol.
Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol.
Penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan.
Pengaturan jalan kegiatan perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum, dan penyusunan peraturan perundang-undangan jalan.
Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan jalan.
Pengembangan jalan adalah kegiatan pemrograman dan penganggaran, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan.
Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan, dan pengembangan jalan.
Penyelenggaraan jalan adalah pihak yang melakukan peraturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya.
Jalan bebas hambatan adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh dan tanpa adanya persimpangan sebanding serta dilengkapai dengan pagar ruang milik jalan.
IV. PRODUK UNGGULAN DAN SUMBANGAN TERHADAP PAD
Mebel
Industri mebel di sudah terkenal sejak lama, karena mempunyai kualitas yang baik dan harga yang kompetitif. Teknis ukiran yang ada sebagian merupakan warisan dari para leluhur di mana seiring perkembangan jaman mengalami penyempurnaan. Pada mulanya industri mebel ini mengandalkan bahan kayu jati, namun belakangan mulai banyak juga menggunakan kayu mahoni dan jenis yang lain. Sentra Industri Mebel berada di Kecamatan Selogiri, Wonogiri, Batuwarno, Giritontro dan Paranggubito.
Industri mebel di sudah terkenal sejak lama, karena mempunyai kualitas yang baik dan harga yang kompetitif. Teknis ukiran yang ada sebagian merupakan warisan dari para leluhur di mana seiring perkembangan jaman mengalami penyempurnaan. Pada mulanya industri mebel ini mengandalkan bahan kayu jati, namun belakangan mulai banyak juga menggunakan kayu mahoni dan jenis yang lain. Sentra Industri Mebel berada di Kecamatan Selogiri, Wonogiri, Batuwarno, Giritontro dan Paranggubito.
Kambing
Populasi kambing pada tahun 2005 di Propinsi Jawa Tengah paling banyak berada di Kabupaten Wonogiri yakni mencapai 559.580 ekor. Kabupaten dengan populasi kambing besar namun masih di bawh Kabupaten Wonogiri adalah Kabupaten Banyumas (224.943 ekor); Kabupaten Brebes (176.762 ekor) dan Kabupaten Purbalingga (143.408 ha). Kendatipun populasi kambing paling besar di Propinsi Jawa Tengah, Kabupaten Wonogiri menduduki urutan kedua dalam pemotongan kambing yakni sekitar 53.614 ekor setelah Kabupaten Kudus sebanyak 61.742 ekor. Sentra peternakan kambing berada di Kecamatan
Populasi kambing pada tahun 2005 di Propinsi Jawa Tengah paling banyak berada di Kabupaten Wonogiri yakni mencapai 559.580 ekor. Kabupaten dengan populasi kambing besar namun masih di bawh Kabupaten Wonogiri adalah Kabupaten Banyumas (224.943 ekor); Kabupaten Brebes (176.762 ekor) dan Kabupaten Purbalingga (143.408 ha). Kendatipun populasi kambing paling besar di Propinsi Jawa Tengah, Kabupaten Wonogiri menduduki urutan kedua dalam pemotongan kambing yakni sekitar 53.614 ekor setelah Kabupaten Kudus sebanyak 61.742 ekor. Sentra peternakan kambing berada di Kecamatan
KacangTanah
Kacang Tanah merupakan komoditi sector pertanian unggulan Kabupaten Wonogiri. Berdasarkan luas panen dan produksinya, kacang tanah di Kabupaten Wonogiri terbesar di Propinsi Jawa Tengah. Luas panen kacang tanah di Kabupaten Wonogiri mencapai 43.047 ha, diikuti oleh Kabupaten Jepara dan Sragen masing-masing sebesar 13.823 ha dan 13.267 ha. Sementara jika dilihat dari sisi produksinya, Kabupaten Wonogiri mencapai sebesar 52.655 ton, disusul dengan Kabupaten Jepara (15.591 ton) dan Kabupaten Sragen (15.833 ton). Sentra pertanian kacang tanah di Kabupaten Wonogiri terdapat di Kecamatan Giriwoyo.
Kacang Tanah merupakan komoditi sector pertanian unggulan Kabupaten Wonogiri. Berdasarkan luas panen dan produksinya, kacang tanah di Kabupaten Wonogiri terbesar di Propinsi Jawa Tengah. Luas panen kacang tanah di Kabupaten Wonogiri mencapai 43.047 ha, diikuti oleh Kabupaten Jepara dan Sragen masing-masing sebesar 13.823 ha dan 13.267 ha. Sementara jika dilihat dari sisi produksinya, Kabupaten Wonogiri mencapai sebesar 52.655 ton, disusul dengan Kabupaten Jepara (15.591 ton) dan Kabupaten Sragen (15.833 ton). Sentra pertanian kacang tanah di Kabupaten Wonogiri terdapat di Kecamatan Giriwoyo.
KacangMete
Kacang Mete merupakan produk unggulan dari Kabupaten Wonogiri. Pada tahun 2002 luas lahan tanaman jambu mete ini adalah sebesar 20.056 ha terbesar di Propinsi Jawa Tengah. Terutama jika dibandingkan dengan kabupaten lain yang mempunyai luas lahan relatif luas di bawah Kabupaten Wonogiri yakni masing-masing Kabupaten Blora (1.828 ha); Kabupaten Sragen (1.760 ha); Kabupaten Karanganyar (1.074 ha).
Kacang Mete merupakan produk unggulan dari Kabupaten Wonogiri. Pada tahun 2002 luas lahan tanaman jambu mete ini adalah sebesar 20.056 ha terbesar di Propinsi Jawa Tengah. Terutama jika dibandingkan dengan kabupaten lain yang mempunyai luas lahan relatif luas di bawah Kabupaten Wonogiri yakni masing-masing Kabupaten Blora (1.828 ha); Kabupaten Sragen (1.760 ha); Kabupaten Karanganyar (1.074 ha).
Dengan luas lahan yang sedemikian luasnya, produksi Kacang Mete Kabupaten Wonogiri mencapai 3.456,5 ton atau rata-rata 287 kg/ha. Kendatipun dari sudut produksi ini masih kalah dari Kabupaten Karanganyar sebesar 551kg/ha dan Kabupaten Blora mencapai 335kg/ha. Sentra Kacang Mete di Kabupaten Wonogiri berada di Kecamatan Jatisrono, Jatiroto, Ngadirojo dan Kismantoro.
V. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBANGUNAN
A. Disparitas Pendapatan
Konvergensi pendapatan regional per kapita dipelajari dengan dua pendekatan utama, yaitu menggunakan regresicross section antara tingkat pertumbuhan dengan tingkat awal pendapatan per kapita dan menggunakan analisa disparitas pendapatan per kapita (Wibisono, 2003). Lebih lanjut dijelaskan bahwa referensi klasik dari penelitian jenis kedua ini adalah artikel dari J.G. Williamson (1965) dimana ia menjelaskan bahwa proses konvergensi regional terkait dengan proses pembangunan. Ia memprediksi bahwa disparitas pendapatan regional akan memudar (konvergen) setelah melalui tiga fase dari tahap awal pembangunan hingga tahap kematangan (maturity). Akita dan Lukman (1995) menemukan bahwa disparitas PDRB per kapita mengalami penurunan yang kontinu antara 1975-1992. Hal yang sedikit berbeda dikemukakan oleh Garcia dan Soelistianingsih (1998) yang mendapatkan fakta bahwa antara 1975-1993 tendensi penurunan disparitas sempat terhenti pada 1983.
Wibisono (2003) menemukan bahwa kesenjangan terlihat menurun dengan cepat sejak 1975 sampai pertengahan 1980-an. Mulai periode 1985-1997, tren penurunan disparitas mengalami stagnasi, terlihat dari penurunan indeks yang melambat bahkan sempat mengalami kenaikan pada 1992. Indeks kembali mengalami kenaikan pada tahun 1997-1998. Secara singkat dapat dikatakan bahwa penurunan disparitas yang cepat terjadi pada pertengahan 1970-an hingga 1980-an. Setelah itu penurunan disparitas mengalami perlambatan pada pertengahan 1980-an hingga 1990-an. Pada tahun-tahun dimana perekonomian mengalami guncangan eksternal indeks entropi terlihat mengalami kenaikan.
Studi empirik disparitas pendapatan regional yang diukur dengan indeks Gini mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional (Puspita, 2006).
B. Inflasi Regional
Inflasi adalah kenaikan dalam keseluruhan tingkat harga. Inflasi menjadi salah satu fenomena moneter yang menjadi perhatian utama para ekonom dan pembuat kebijakan (Mankiw, 2000). Sedangkan Puspita (2005) menyatakan bahwa inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Inflasi regional diukur oleh tingkat pertumbuhan dari deflator PDRB. Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang mempunyai dampak yang luas terhadap makro ekonomi, termasuk pertumbuhan ekonomi. Boediono (1982) menggolongkan inflasi berdasarkan lajunya per tahun menjadi empat bagian yaitu (1) infllasi ringan (dibawah 10% setahun), (2) inflasi sedang (10%-30% setahun), (3) inflasi berat (30%-100% setahun) dan (4) hiperinflasi (lebih 100% setahun).
Inflasi ditengarai memiliki efek negatif bagi perekonomian. Setyowati, dkk. (2000) menyatakan dampak inflasi antara lain (1) inflasi dapat mendorong penanaman modal spekulatif yang tidak berdampak terhadap pendapatan nasional, (2). inflasi menyebabkan tingkat bunga yang meningkat dan akan mengurangi tingkat investasi, (3) inflasi menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi di masa yang akan datang, (4) inflasi menimbulkan masalah dalam neraca perdagangan, (5) inflasi memperburuk distribusi pendapatan, (6) inflasi menyebabkan pendapatan riil merosot. Secara umum rumah tangga dan perusahaan akan memiliki kinerja yang buruk ketika terjadi inflasi tinggi dan tidak dapat diprediksikan (hiperinflasi).
Studi empirik menunjukkan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi (Wibisono, 2005).
C. Migrasikeluar
Variabel migrasi mengacu pada data migrasi seumur hidup yaitu jumlah penduduk yang pada saat pencacahan bertempat tinggal di daerah yang berbeda dengan daerah tempat kelahirannya. Data migrasi diasumsikan sebagai jumlah penduduk transmigran yang berasal dari suatu daerah keluar menuju daerah tersebut. Migrasi pekerja dengan mutu modal manusia yang rendah dari daerah miskin ke daerah kaya akan memberikan efek positip pada tingkat pertumbuhan daerah asal migran dan efek negatif bagi daerah penerima.
Dalam hal ini migrasi memiliki arah yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Wibisono (2003) menemukan bahwa variabel migrasi/ urban ini mempunyai efek dan arah yang ambigu yang mengindikasikan fenomenabrain drain. Kecenderungan migrasi di Indonesia adalah tenaga kerja terdidik dari luar jawa umumnya pindah ke Jawa. Sebaliknya, migran yang keluar dari Jawa umumnya adalah tenaga kerja yang berpendidikan rendah (seperti para transmigran). Angka migrasi keluar mengkonfirmasikan bahwa migran memainkan peranan yang tidak kecil bagi pertumbuhan ekonomi regional.
D. Konsumsi pengeluaran pemerintah daerah(government purchase)
Pengeluaran pemerintah diukur dari total belanja rutin dan belanja pembangunan dari pemerintah daerah. Variabel ini digunakan untuk mengukur pengeluaran pemerintah yang tidak memperbaiki produktivitas perekonomian. Semakin besar pengeluaran pemerintah daerah yang tidak produktif, semakin kecil tingkat pertumbuhan perekonomian daerah. Anaman (2004) menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi pemerintah yang terlalu kecil akan merugikan pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah yang proporsional akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran konsumsi pemerintah yang boros akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Tetapi pada umumnya pengeluaran pemerintah membawa dampak positip bagi pertumbuhan ekonomi.
VI. GUBERNUR DAN WAKIL GUBER NUR
Gubernur : H. Bibit Waluyo
Wakil Gubernur : Dra. Hj. Rustriningsih, M.Si
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar